PERSYARATAN
PERKAWINAN
A.UMUM
Pada
pasal 12 UUP mengatur persyaratan
perkawinan secara limitatif. Ada 2 macam syarat perkawinan
a.syarat
materiil yaitu syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak yang
melangsungkan perkawinan juga disebut
syarat-syarat subjektif
b.syarat
formal adalah tata cara atau
prosedur melangsungkan perkawinan
menurut hukum agama dan undang-undang juga di sebut objektif
Syarat
materil/subjektif meliputi
a.Berlaku
umum bagi semua orang
1.adanya
persetujuan dari kedua calon mempelai
2.calon
mempelai pria sudah mencapai umur 19 thn dan calon mempelai wanita sudah
mencapai umur 16 thn
3.tidak
terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali bagi pria yang beristri atau
akan beristri lebih dari seorang
4.bagi
wanita tidak sedang berada dalam jangka waktu tunggu atau masa iddah
b.berlaku
khusus bsgi perkawinan orang tertentu
1.tidak
terkena larangan/ halangan melakukaperkawinan, baik menurut undang-undang
maupun hukum agamanya dan kepercayaannya
2.tdk
terkena larangan/kawin kembali untuk ketiga kalinya setelah kawin dan cerai
lagi untuk kedua kalinya berdasarkan hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya
2.izin
yg hrs di peroleh
a.izin
orang tua/wali calon mempelai
b.izin
pengadilan bagi mereka yang hendak beristeri lebih dari seorang (poligami)
syarat formal /objektif meliputi :
1.pemberitahuan/pengumunan
10 hari sebelum perkawinan di langsungkan
2.tidak
ada yg mencegah pelaksanaan perkawianan
R.Soetojo
Prawirohamidjojo dan Asis safioedin (1972:15-29) mengemukakan syarat perkawinan
dapat dibedakan dalam :
a.
syarat-syaratintern yang absolut
meliputi:
1.adanya
persetujuan dari kedua calon mempelai
2.calon
mempelai pria sudah mencapai umur 19 dan mempelai wanita sdh mencapai umur 16
thn
3.tdk
terikat tali perkawinan dengan orang lai kecuali bagi seorang pria yang
beristri atau akan beristri lebih dari seorang.
4.bagi
wanita tdk sedang berada dlm jangka waktu tunggu atau masa iddah
5.izin
orang tua / wali calon mempelai yang belum mencapai umur 21tahun
6.izin
pengadilan bagi mereka yg hendak beristerilebih dari seorang (berpoligami)
b.syarat
–syarat intern yang relatif meliputi :
1.tdk
terkena larangan/halangan melakukan perkawinan, baik menurut undang-undang
maupun hukum agamanya dan kepercayaannya
2.tdk
terkena larangan kawin kembali untuk ketiga kalinya setelah kawin dan cerai
lagi untuk kedua kalinya berdasarkan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
c.Syarat-syarat
extern meliputi
1.setiap
orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelumnya,
di tempat perkawinan akan di langsungkan.
2.tdk
ada yg mencegah pelaksanaan perkawina
B.Persetujuan
Kedua Calon Mempelai
Ketentuan
mengenai persyaratan adanya persetujuan dari
kedua calon mempelai dalam suatu perkawinan dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya perkawinan paksa
C.Persyaratan
Batas Umur Calon Mempelai
Ketentuan
mengenai pembatasan umur minimal untuk melakukan perkawinan bagi pria dan
wanita di atur dalam pasal 7 UUP.
D.Persyaratan
Tidak Terikat Tali Perkawinan
Menurut
ketentuan ini apabila seorang suami bermaksud utk beristeri lebih dari seorang
maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan .
Selanjutnya Pengadilan kemudian memeriksa permohonan tsb dan hanya akan
memberikan izin bila :
a.ada
alasan yg memungkinkan seorang suami kawin lagi
b.ada
persetujuan dari isteri baik persetujuan
lisan ataupun tertulis, apabila lisan persetujuan itu hrs di ucapkan di depan
sidang pengadilan
c.ada
kemampuan suami utk menjami keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya
d.ada
jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka dengan menyatakan atau janji dari suami yg di buat dlm bentuk yg di
tetapkan utk itu
Lebih
lanjut pasal 65 UUP mengemukakan bahwa dlm hal seorang suami beristeri lebih
dari seorang maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut:
a.suami
wajib member jaminan hidup yg sama kepada semua isteri dan anaknya
b.isteri
yg kedua dan seterusnya tdk mempunyai hak atas harta bersama yg telah ada
sebelum perkawinan dgn isteri kedua atau berikutnya itu terjadi
c.semua
isteri mempunyai hak yg sama atas harta bersama yg terjadi sejak perkawinannya
masig-masing
E.Tidak
Sedang Dalam Masa Iddah
Seorang
janda dpt melangsungkan perkawinan kembali apabila telah melewati jangka waktu tunggu atau masa iddah sdh
selesai.
Sehubungan
dgn masa iddah ini pasal 11 UUP menyatakan :
1.Bagi
seorang wanita yg putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
2.Tenggang waktu
jangka waktu tunggu tsb ayat (1) akan di atur dlm Peraturan Pemerintah lebi
lanjut
Selanjutnya sesuai dgn
ketentuan pasal 39 PP Nomor 9 thn 1975 waktu tunggu bagi seorang janda di
tentukan sbb berikut:
a.Apabila perkawinan
putus krn kematian waktu tunggu di tetapkan 130 hari
b.Apabila perkawinan
putus krn perceraian waktu tunggu bagi yg masih datang bulan di tetapkan 3 kali
suci dgn sekurang-kurangnya 90 hari dan bagi yg tdk berdatang bulan ditetapkan 90 hari
c.Apabila perkawinan
putus sedang janda tsb dlm keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai
melahirkan
d.Tdk ada waktu tunggu
bagi janda yg putus perkawinan krn perceraian sedang antara janda tsb dengan
bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan
kelamin.
e.Bagi perkawinan yg
putus krn perceraian, tenggang waktu
tunggu di hitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yg mempunyai kekuatan hukum
yg tetap, sedangkan bagi perkawinan yg putus
karena kematian tenggang waktu tunggu di hitung sejak kematian suaminya.
Bagi seorang
duda yg akan melakukan perkawinan tdk di perlukan waktu tunggu.
F.Izin Orang Tua /
Wali / Pengadilan
Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yg belum mencapai umur 21 thn hrs mendapat izin kedua orang
tua. Bila kedua orangtua telah meninggal dunia atau dlm keadaan tdk mampu menyatakan
kehendaknya maka izin di peroleh dari wali. Bilamana terjadi perbedaan pendapat
antara orang-orang di atas maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal
orang yg akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tsb dpt member i izin
setelah lebih dulu mendengar orang-orang tsb (yg berhak member izin
melangsungkan perkawinan), sepanjang hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dari yg bersangkutan tdk menentukan lain
G.Tidak ada Larangan /
Halangan Melakukan Perkawinan
Dlm pasal 8 UUP di
nyatakan perkawinan di larang antara dua orang yang :
a.Berhubungan darah
dlm garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas
b.Berhubungan darah
dlm garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dgn saudara
orangtua dan antara seorang dgn saudara neneknya
c.Berhubungan semenda,
yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri
d.Berhubungan susuan,
yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudarausu dan bibi/paman susuan
e.Berhubungan saudara
dgn istri atau sbg bibi atau kemenakan dari
isteri dlm hal seorang suami lebih dari seorang
f.Mempunyai hubungan
yg oleh agamanya atau peraturan lain yg berlaku, di larang kawin.
1.Larangan perkawinan
antara orang-orang yg ada hubungan keluarga yakni :
a.antar wangsa : mereka yg berinduk kepada nenek
moyang yg sama
b.antar ipar : mereka yg menjadi keluarga krn perkawinan
Larangan perkawinan
ini terdapat dlm pasal 30 dan 31 BW
2.Larangan perkawinan
antara mereka krn dgn putusan hakim terbukti melakukan hubungan tdk susila
Ketentuan ini di atur
dlm pasal 32 BW . Adanya larangan ini di maksudkan utk mencegah adanya hubungan
yg tdk susila/zina (overspel) di dlm masyarakat.
H.Tdk ada
Larangan/Halangan Melakukan Perkawinan
Ketiga Kalinya
Hukum islam
memperbolehkan seorang pria utk kawin lagi dgn bekas istrinya yg telah bercerai
dua kali. Bahkan sesudah bercerai yg
ketiga kalinya, seorang pria bekas suaminya msh di perkenankan utk menikahi
wanita bekas isterinya yg telah di cerai utk ketiga kali tsb telah menikah dgn
pria lain, kemudian perkawinannya putus dan telah habis masa iddahnya. Dgn
demikian bila telah di penuhi syarat tsb maka bekas suaminya dpt menikahi
kembali wanita bekas isterinya yg telah di ceraikan utk ketiga kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar