MAKALAH
PENYELESAIAN SENGKETA DI
PERADILAN TATA
USAHA NEGARA
A.UPAYA ADMINISTRATIF
1.Pengertian
Apa yang
di maksud dengan upaya administratif adalah
seperti yang di sebut dalam
penjelasan pasal 48 ayat
(1) yaitu suatu prosedur
yang dapat di tempuh
oleh seseorang atau
badan hukum perdata
apabila ia tidak puas
terhadap suatu Keputusan
Tata Usaha Negara.
Dalam
kepustakaan hukum Tata
Usaha Negara di temukan
beberapa istilah yang
lazim di gunakah untuk menyebut istilah
upaya administratif antara
lain administrative beroep, quasi
rechtspraak atau peradilan
administrative semu.
Ketentuan
tentang adanya upaya
administrative tersebut merupakan
dan di maksudkan
sebagai kontrol atau
pengawasan yang bersifat
intern dan represif
di lingkungan Tata
Usaha Negara terhadap
keputusan yang di
keluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
Dari ketentuan
yang terdapat dalam
pasal 48 tersebut
dapat diketahui adanya
beberapa petunjuk sebagai
berikut :
a.
Upaya administratif
sebagai penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
yang sudah ada
tetap di pertahankan,
bahkan kini terbuka
kemungkinan untuk mengajukan
lebih lanjut ke pengadilan
di lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara ;
b.
Dengan
di pergunakan kalimat
“ sengketa Tata Usaha
Negara tertentu” maka penyelesaian
sengketa Tata Usaha
Negara melalui upaya administratif
tidak berlaku untuk
semua sengketa Tata
Usaha Negara, tetapi hanya
sengketa Tata Usaha Negara
yang penyelesaiannya tersedia
upaya administratif saja;
c.
Pengadilan di lingkungan
Peradilan Tata Usaha
Negara baru mempunyai
wewenang untuk memeriksa ,
memutus, dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha
Negara yang tersedia
upaya administratif, jika
seluruh upaya administratif tersebut
telah di gunakan dan
mendapat keputusan.
Untuk mengetahui
apakah penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
itu tersedia upaya
administratif, dapat di
perhatikan pada peraturan
perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum di
keluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara yang
mengakibatkan terjadi nya sengketa
Tata Usaha Negara tersebut.
2. Bentuk Upaya
Administratif
Dari
penjelasan Pasal 48 ayat (1) dapat di
ketahui bahwa bentuk
dari upaya administratif
dapat berupa :
a.
Keberatan, yaitu
prosedur yang dapat
di tempuh oleh seseorang
atau badan hukum
perdata yang tidak
puas terhadap Keputusan
Tata Usaha Negara
yang penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
sebagai akibat di
keluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut
di lakukan sendiri oleh
Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan Keputusan
Tata Usaha Negara
yang dimaksud.
Sebagai contoh
adalah prosedur yang
dapat di tempuh
oleh Pegawai Negara
Sipil yang merasa
nomor urutnya dalam
Daftar Urut Kepangkatan
tidak tepat, yaitu
dengan mengajukan permohonan
kepada Pejabat Pembuat
Daftar Urut Kepangkatan
agar nomor urutnya
dalam Daftar Urut
Kepangkatan tersebut diperiksa
kembali (pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun
1979 tentang Daftar Urut
Kepangkatan Pegawai Negeri
Sipil).
b.
Banding
administratif, yaitu prosedur
yang dapat di tempuh
oleh seseorang atau
badan hukum perdata yang
tidak puas terhadap
Keputusan Tata Usaha
Negara, yang penyelesaian
sengketa Tata Usaha
Negara sebagai akibat
di keluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara
tersebut, di lakukan oleh atasan
dari Badan atau
Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha
Negara atau instansi
lain dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara.
Contoh
;
1.prosedur yang
di tempuh oleh
Pegawai Negeri Sipil
yang merasa nilainya
yang ada dalam
Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan tidak tepat,
yaitu dengan mengajukan
permohonan kepada atasan dari
Pejabat Penilai agar nilai yang
ada dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
tersebut diperiksa kembali
(Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil)
2.prosedur yang
di tempuh oleh Pegawai
Negeri Sipil dengan mengajukan
permohonan kepada atasan
Pejabat Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan agar nomor
urutnya dalam Daftar
Urut Kepangkatan di periksa
kembali (Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun
1979 tentang Daftar Urut
Kepangkatan Pegawai Negeri
Sipil), karena merasa
tidak puas terhadap
penolakan permohona dari
Pembuat Daftar Urut
Kepangkatan.
3.prosedur yang
di tempuh oleh Pegawai
Negeri Sipil yang
berpangkat Pembina golongan
ruang IV/a ke bawah
yang di jatuhi hukuman
disiplin berupa
pemberhentian dengan hormat
tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai
Negeri Sipil, dengan
mengajukan permohonan kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian
agar keputusan tentang
hukuman disiplin tersebut
di periksa kembali
(Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil)
Dalam peraturan
perundang-undangan yang tersedia
adanya upaya administratif, bentuk upaya
administratif tersebut dapat
terdiri :
a.hanya berupa
keberatan saja, atau
b.hanya berupa
banding administratif saja, atau
c.keberatan dan
banding administratif.
Perlu mendapat
perhatian bahwa istilah
“keberatan” dalam penjelasan
Pasal 48 ayat (1) sudah
merupakan atau menjadi
istilah hukum untuk
nama dari prosedur
yang dapat di
tempuh jika seseorang
atau badan hukum
perdata tidak puas
terhadap suatu Keputusan
Tata Usaha Negara.
Oleh karena
itu istilah “keberatan” dalam ketentuan
tentang upaya administratif
yang terdapat pada
beberapa peraturan perundang-undangan, agar
di artikan sesuai dengan
bentuk dari “upaya
administratif” sebagaimana
yang di maksud
dalam penjelasan Pasal
48 ayat (1)
Sebagai contoh
dapat di kemukakan sebagai
berikut:
a.istilah “keberatan” dalam Pasal
9 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 15
Tahun 1979 artinya memang
sama dengan arti “keberatan” sebagaimana
di maksud dalam
penjelasan Pasal 48 ayat (1) tetapi istilah
“keberatan ” dalam Pasal
11 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 1979 harus
diberi arti “banding
administratif” sebagaimana dimaksud
dalam penjelasan Pasal 48 ayat (1);
b.istilah “keberatan”
dalam Pasal 9 ayat
(2) Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1979 dan
istilah “keberatan” dalam
Pasal 15 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 1980
harus di beri arti
“banding administratif” sebagai
mana di
maksud dalam penjelasan
Pasal 48 ayat
(1)
3.Tindak Lanjut
Dari Upaya Administratif
Perlu
mendapat perhatian bahwa
keputusan dari Badan
atau Pejabat Tata
Usaha yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha
Negara dan keputusan atasan
atau instansi lain
dari Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan Keputusan
Tata Usaha Negara
merupakan Keputusan Tata
Usaha Negara bukan
putusan pengadilan, karena
Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara atau
instansi lain yang
mengeluarkan keputusan tersebut
adalah Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara
atau instansi yang
tidak termasuk pengadilan
di lingkungan Peradilan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat
(2) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (2) Undang –Undang Nomor 4
Tahun 2004.
Bagaimana kah penyelesaian
sengketa Tata Usaha
Negara selanjutnya jika
orang atau badan
hukum perdata masih
belum puas terhadap
keputusan dari upaya
administratif yang telah
di ajukan?
Undang- undang Nomor
5 Tahun 1986 hanya
memberikan petunjuk sebagaimana
terdapat dalam Pasal
51 yang secara
terbatas menentukan :
Ayat (3):
Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara bertugas
dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan
di tingkat pertama
sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48.
Ayat (4): terhadap
putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara
sebagaimana di maksud dalam
ayat (3) dapat di
ajukan permohonan kasasi.
Dari ketentuan
yang terdapat dalam
Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun
1991 dapat di ketahui
bahwa Mahkamah Agung
memberikan petunjuk pelaksanaan
tentang penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
selanjutnya jika orang
atau badan hukum
perdata masih belum
puas terhadap keputusan
dari upaya administratif
yang telah diajukan , yaitu
a.
Jika
dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar di keluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara yang
mengakibatkan terjadinya sengketa
Tata Usaha Negara
upaya administratif yang
tersedia adalah keberatan,
maka penyelesaian selanjutnya
adalah dengan mengajukan
gugatan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara;
b.
Jika
dalam peraturan perundang-undangan yang
menjadi daar dikeuarkannya
Keputusan Tata Usaha
Negara yang mengakibatkan
terjadi nya sengketa Tata
Usaha Negara, upaya administratif
yang tersedia adalah
banding administratif atau
keberatan dan banding
administratif , maka
penyelesaian selanjutnya adalah
dengan mengajukan gugatan
ke Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.
B.GUGATAN
1.Pengertian
Di samping
melalui upaya administratif, penyelesaian
sengketa Tata Usaha
Negara di lakukan
melalui gugatan.
Penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
melalui upaya administratif
relatif lebih sedikit
jika di bandingkan
dengan penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
melalui gugatan, karena
penyelesaian sengketa Tata
Usaha Negara melalui
upaya administratif hanya
terbatas pada beberapa
“sengketa Tata Usaha Negara
tertentu” saja.
Dengan
adanya ketentuan tentang
penyelesaian sengketa Tata
Usaha Negar melalui
upaya administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
48 ayat (1) dan (2), dapat di ketahui
bahwa sengketa Tata
Usaha Negara yang
di selesaikan melalui gugatan adalah
sebagai berikut:
a.
Sengketa
Tata Usaha Negara
yang penyelesaiannya tidak
tersedia upaya
administratif, artinya dalam
peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar di keluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara
yang mengakibatkan timbulnya
sengketa Tata Usaha
Negara tidak ada
ketentuan tentang upaya
administratif yang harus
dilalui;
b.
Sengketa
Tata Usaha Negara
yang penyelesaiannya sudah
melalui upaya administratif
yang tersedia (keberatan
dan/atau banding administratif) dan
sudah mendapat keputusan
dari Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara atau
atasan atau instansi
lain dari Badan
atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut, akan tetapi
terhadap keputusan tersebut ,
orang atau badan
hukum perdata yang
merasa di rugikan
dengan di keluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara
masih belum dapat menerimanya.
Pasal 53
ayat (1) setelah di
ubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2004
menentukan orang atau
badan hukum perdata
yang kepentingannya di rugikan
oleh suatu Keputusan
Tata Usaha Negara
dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada Pengadilan
yang berwenang berisi
tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang
di sengketakan itu di
nyatakan batal atau
tidak sah dengan atau tanpa
di sertai tuntutan ganti
rugi dan/atau rehabilitasi.
Dari
ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 53
ayat (1) tersebut dapat
di ketahui bahwa
yang di maksud
dengan gugatan dalam
penyelesaian sengketa Tata Usaha
Negara adalah permohonan
secara tertulis dari
seseorang atau badan
hukum perdata yang
merasa kepentingannya di rugikan
oleh suatu Keputusan
Tata Usaha Negara
tersebut di nyatakan batal
atau tidak sah
dengan atau tanpa
di sertai tuntutan
ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
Sebagai
permohonan sudah tentu
tidak setiap gugatan harus di terima oleh
pengadilan di lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara, jika syarat-syarat
formal dari gugatan
belum atau tidak
dipenuhi.
Dengan
demikian, untuk
menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara melalui
gugatan tidak di kenal
adanya gugatan tidak
tertulis atau gugatan secara lisan.
Penjelasan Pasal
53 ayat (1) menyebutkan
bahwa bagi mereka
yang tidak pandai baca
tulis, dapat mengutarakan
keinginannya untuk menggugat
kepada panitera yang
akan membantu untuk
merumuskan gugatannya dalam
bentuk tertulis.
Dalam
pengertian “Keputusan Tata
Usaha Negara” pada
perumusan Pasal 53
ayat (1) termasuk pula apa
yang dalam literature di sebut Keputusan
Tata Usaha Negara Berangkai, yaitu
keputusan dari Badan
atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang
sebelum menjadi Keputusan
Tata Usaha Negara
harus di dahului
atau didasari dengan
satu atau beberapa keputusan dari
Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara.
Sebelum
Pejabat Pembina Kepegawaian
Pusat mengeluarkan Keputusan
tentang Pengangkatan Calon
Pegawai Negeri Sipil
menjadi Pegawai Negeri
Sipil, harus di dahului adanya :
a. keputusan dari
Pejabat Penilai yang
berupa Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil yang
isinya setiap unsur
penilaian prestasi kerja
sekurang-kurangnya bernilai baik;
b. keputusan dari
Daftar Penguji Tersendiri /Tim Penguji Kesehatan
yang berupa surat
keterangan yang isinya Calon
Pegawai Negeri Sipil tersebut telah
memenuhi syarat kesehatan
jasmani dan rohani
untuk di angkat
menjadi Pegawai Negeri
Sipil;
c. keputusan
dari Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara
yang di tetapkan
oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian yang berupa
Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Pra
Jabatan yang isinya
telah lulus Pendidikan
dan Pelatihan Pra
Jabatan.
Ketiga keputusan
tersebut menjadi dasar
hukum dikeluarkan nya Keputusan
tentang Pengangkatan Calon
Pegawai Negeri Sipil
menjadi Pegawai Negeri
Sipil.
Tanpa adanya
salah satu , apalagi
ketiga keputusan yang
di maksud , Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat tidak
mempunyai wewenang untuk
mengeluarkan Keputusan tentang
Pengangkatan Calon Pegawai
Negeri Sipil.
2.Syarat-Syarat Gugatan
Pasal
56 menentukan : (1)
Gugatan harus memuat : a.nama, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaan
penggugat atau kuasanya ;
b.nama jabatan dan
tempat tinggal tergugat;
c.dasar gugatan –gugatan dan
hal yang diminta
untuk di putuskan oleh
pengadilan; (2) Apabila gugata
di buat dan ditandatangani oleh
seorang kuas penggugat,
maka gugatan harus
di sertai surat
kuasa yang sah;
(3) Gugatan sedapat
mungkin juga di
sertai Keputusan Tata
Usaha Negara yang di
sengketakan oleh penggugat.
Dari
ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 56
ayat (1) dapat diketahui
bahwa syarat-syarat yang harus
dimuat dalam gugatan
adalah sebagai berikut;
a.identitas dari :
1.penggugat
2.tergugat
b.dasar
gugatan (fundamentum petendi/posita/dalil gugat)
c.hal
yang diminta untuk
diputus oleh pengadilan (petitum)
Syarat-syarat gugatan
tersebut harus mendapatkan
perhatian, karena jika
tidak dipenuhi, akan
menjadi alasan dari
Ketua pengadilan di lingkungan
Peradilan Tata Usaha
Negara untuk memutus
dengan penetapan bahwa
gugatan tidak di
terima atau tidak
berdasar sebagaimana di
maksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b.
3. Tenggang Waktu
Gugatan
Ketentuan tentang
tenggang waktu gugatan
harus di perhatikan
jika seorang atau
badan hukum perdata
akan mengajukan gugatan
ke pengadilan di
lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara, karena
dengan lewatnya tenggang
waktu gugatan, Ketua
pengadilan di lingkungan
Peradilan Tata Usaha
Negara mempunyai alasan
untuk memutuskan dengan
penetapan bahwa gugatan
tidak di terima atau
tidak berdasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1) huruf e.
Pasal
55 menentukan bahwa
gugatan hanya dapat
di ajukan dalam
tenggang waktu 90
(Sembilan puluh) hari
terhitung sejak saat
di terimanya atau di umumkannya
Keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha
Negara.
Adapun
penjelasan Pasal 55
menyebutkan bahwa bagi
pihak yang namanya
tersebut dalam Keputusa
Tata Usaha Negara
yang di gugat,
maka tenggang waktu
90 (Sembilan puluh) hari
itu di hitung
sejak hari di terimanya
Keputusan Tata Usaha
Negara yang di
gugat.
Mengenai tenggang
waktu gugatan yg di
sediakan bagi seseorang
atau badan hukum
perdata yang namanya
tidak dituju oleh
Keputusan Tata Usaha
Negara, tetapi yang
merasa kepentingannya di rugikan
dengan di keluarkannya
Keputusan Tata Usaha
Negara tersebut, oleh
Mahkamah Agung telah
diberikan petunjuk, yaitu
dihitung secara kasuistis
sejak saat seseorang
atau badan hukum
perdata itu merasa
kepentingannya di rugikan
oleh Keputusan Tata
Usaha Negara dan mengetahui
adanya keputusan tersebut.
Yang
di maksud dengan
“mengetahui” tersebut harus
merupakan mengetahui secara
yuridis, dalam arti
pengetahuan itu dapat
di pertanggung-jawabkan dan
dapat menimbulka keyakina
pada hakim (bukan
merupakan pengetahuan yang di
peroleh secara auditu).
Dengan
demikian, tidak salah
jika di ambil
kesimpulan bahwa tenggang
waktu gugatan yang
di sediakan bagi
seseorang atau badan
hukum perdata istratif
yang di ajukan,
di hitung sejak
saat di terimanya keputusan
dari Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha Negara (jika
upaya administrative hanya
berupa keberatan) atau
keputusan atasan atau instansi
lain dari Badan
atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha
Negara (jika upaya
administratif hanya berupa
banding administratif atau
berupa keberatan dan banding
administratif)
Dengan
lewatnya tenggang waktu
gugatan, maka Keputusan
Tata Usaha Negara tidak
dapat di gugat
lagi dengan sarana hukum
yang ada, meskipun
Keputusan Tata Usaha
Negara tersebut mengandung
cacat hukum, kecuali
atas kemauan sendiri
Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara
yang berwenang mencabut
atau mengubah Keputusan
Tata Usaha Negara
dengan syarat –syarat yang
telah ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
C.PERDAMAIAN
Gugatan
untuk penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara
adalah gugatan tentang
sah atau tidak
sahnya Keputusan Tata Usaha
Negara yang menimbulkan
terjadinya sengketa Tata
Usaha Negara.
Mengingat
gugatan untuk penyelesaian
sengketa Tata Usaha
Negara menyangkut tentang
sah atau tidak
sahnya Keputusan Tata
Usaha Negara , maka
sebenarnya untuk penyelesaian
sengketa Tata Usaha
Negara tidak dikenal
adanya perdamaian, yang
terbukti dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986
sendiri, tidak ada
ketentuan tentang perdamaian
seperti yang terdapat
dalam penyelesaian perkara
perdata.
Oleh karena
itu sudah tepat
jika Mahkamah Agung
memberikan petunjuk bahwa
kemungkinan adanya perdamaian
antara para pihak-pihak hanya
terjadi di luar persidangan.
Jika antara
para pihak dalam
sengketa Tata Usaha
Negara di luar pemeriksaan
siding Pengadilan sampai
terjadi perdamaian, Surat
Edaran Mahkamah Agung
RI tersebut memberikan petunjuk
lebih lanjut sebagai
berikut.
a.
Penggugat
mencabut gugatannya secara
resmi dalam siding
terbuka untuk umum
dengan menyebutkan alasan
pencabutannya.
b.
Apabila
pencabutan gugatan di maksud
di kabulkan, maka
hakim memerintahkan agar panitera
mencoret gugatan tersebut
dari register perkara.
c.
Perintah
pencoretan tersebut di
ucapkan dalam persidangan
yang terbuka untuk
umum.
Yang menarik
perhatian dari petunjuk
Mahkamah Agung tersebut
adalah, pencabutan gugatan
oleh Penggugat dalam
sidang terbuka untuk
umum tersebut harus
mendapat persetujuan dari
pengadilan, maksudnya agar
pengadilan dapat mengadakan
penelitian apakah dalam
pencabutan gugatan oleh
Penggugat ini terdapat
unsure paksaan , mengelirukan
atau tipuan yang
di lakukan oleh Tergugat.
Jika
ternyata sampai di jumpai
adanya unsur tersebut,
dengan sendirinya pengadilan
tidak akan mengabulkan
pencabutan gugatan yang akan
di lakukan oleh
Penggugat.
Petunjuk dari
Mahkamah Agung RI
tersebut dapat di
mengerti , karena dalam
penyelesaian sengketa Tata
Usaha Negara, kedudukan
Tergugat lebih dominan
jika di bandingkan
dengan kedudukan Penggugat.